Category : Pondokan MAB

Home»Archive by Category "Pondokan MAB" (Page 8)

Silaturahim Pondokan MAB : Mempererat Persahabatan

Dalam suasana masih di hari yang fitri (bulan syawal), ketika masih banyak dari anak-anak pondokan yang belum kembali ke Depok, aku berinisiatif untuk berkunjung ke rumah Ibu dan Bapak kami di MAB. Banyak yang bilang silaturahim memperbanyak rezeki. Silaturahim bagiku adalah salah satu resep untuk mempererat persahabatan.

Ketika ide itu aku floor-kan, aku tahu bahwa masih banyak di antara mereka yang masih betah dan kerasan untuk berlama-lama di kampung halaman. Berapapun jumlah yang ada, acara silaturahim ini akan tetap berlanjut.

—–

Hari Sabtu (1/8), kami bersilaturahim lebaran ke rumah Bu Dijan (s’79), Ketua Yayasan MAB. Bu Dijan ramah menyambut kami. Tepat adzan maghrib berkumandang ketika kami tiba. Sopir Bu Dijan tampak sudah menunggu sedari tadi, berjaga akan kedatangan kami. Harusnya sejam yang lalu kami tiba, tetapi karena transportasi yang tidak terduga jadinya sejam kemudian barulah kami tiba di rumahnya.

Bu Dijan bercerita banyak hal dengan gaya khasnya yang akrab. Beliau bercerita sewaktu kuliah di teknik sipil dan juga sewaktu menyelesaikan kuliah s2 nya di ugm. Meski usia kami terpaut jauh dan beliau sudah seperti ibu kami, tetapi memperlakukan kami layaknya sahabat, kata beliau ‘tanda persahaban’ saat membawakan kami kue untuk di pondokan ketika akan pulang. 🙂

—-

Kali ini baru rumah Bu Dijan yang kami datangi. Bu Tin saat itu sedang mengikuti kompetisi paduan suara. Mungkin di lain kesempatan kami akan bersilaturahim ke rumah beliau dan juga ke rumah pengurus MAB lainnya.

Tetapkan Target IP yang Besar

“Tetapkan target yang besar, jika tidak tercapai setidaknya kau akan jatuh diatas pencapaian mu sebelumnya…”

Pondokan MAB (Depok), Tahun ajaran 2014/2015 telah berakhir. Usaha maksimal dari proses belajar selama satu semester bisa dilihat dari grafik indeks prestasi. Harap-harap cemas menyelimuti apakah pencapaian di semester ini akan lebih baik ataukah sebaliknya.

Di pertengahan semester lalu, usai mengobrol singkat dengan Bu Tin, tercetus ide untuk menetapkan target pencapaian IP untuk semester ini. Tentunya disesuaikan dengan pencapaian IP di semester sebelumnya. Maka, ide itu segera terealisasi dengan pendataan IP dan target dari tiap penerima beasiswa Pondokan MAB. Meski dengan bonus reward bagi yang bisa mencapai target yang ditetapkan. Untuk awalan, reward ini bisa sebagai pemicu bagi para penerima beasiswa untuk lebih giat lagi dalam belajar.

*****

Senin lalu merupakan hari terakhir batas penginputan nilai dari dosen ke system SIAK-NG. biasanya dosen yang tidak juga menginput nilai hingga batas yang ditentukan, maka nilai akan di default B. Tak lupa dengan target dan berdo’a lebih banyak agar target itu terlampaui.

Sehari setelah dipublikasikannya semua nilai ke sistem SIAK-NG, aku kembali mendata para penerima beasiswa mengenai IP mereka. Satu persatu membalas.

“Alhamdulillah, ka… ”

“Yah, tidak mencapai target ka…”

Begitulah reaksi mereka. Namun, apapun hasil yang didapat, aku mencoba menyemangati mereka secara personal, “Setidaknya telah berusaha maksimal mencapai target. Semoga bisa ditingkatkan lagi ya di semester depan…”

*****

Penentuan target ternyata memiliki nilai positif bagi para penerima beasiswa MAB. Kulihat dari grafik IP dibandingkan dengan semester sebelumnya sebagian besar mengalami peningkatan, meskipun dari target yang ada belum tercapai. Target ini membuat lebih jelah capaian proses belajar yang telah mereka jalani selama satu semester.

Di tiap jurusan mungkin memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda dalam perkuliahannya sehingga IP yang dicapai oleh masing-masing berbeda-beda. Untuk mereka yang masih memiliki IP dalam rentang 3-3,5 menargetkan untuk bisa mencapai >3,5, sedangkan untuk mereka yang memiliki IP >3,5 biasanya langkah pertama adalah mempertahankan perolehan IP tersebut, kemudian meningkatkannya. Dalam kasus ini mempertahankan terkadang lebih sulit daripada mencapainya.

Dan dari rekapitulasi perolehan IP semester genap para penerima beasiswa MAB, ada tiga orang yang meraih IP tertinggi yaitu Wahyu (Teknik Perkapalan 2011) IP : 3,7 ; Raja (Teknik Perkapalan 2013 ) IP : 3,69 ; dan Mahfud (Teknik Perkapalan 2012) IP 3,64.

Sebuah pencapaian ini adalah langkah awal untuk mencapai target yang lebih besar lagi ke depan. Semoga bisa terus meningkatkan pencapaian ini dan terus berprestasi.

Pondokan MAB : Mata Air Harapan

Seperti mata air yang selalu menghadirkan kesejukan bagi manusia, Pondokan MAB selalu menyegarkan kembali semangat kami untuk berprestasi. ( Mata Air Harapan )

Sebelum menjadi bagian dalam untaian keluarga bernama Mata Air Biru, aku bukanlah siapa-siapa. Hanya seseorang yang senang dengan prestasi-prestasi di permukaan, bukan prestasi-prestasi esensial. Senang ikut sana-sini tanpa tahu kemana akan pergi. Jangankan hari libur, waktu senggang di sela-sela perkuliahan pun aku isi dengan hal-hal yang tidak jelas kebermanfaatannya. Ah, aku sangat menyesal. Berapa jam yang aku habiskan untuk kegiatan yang sama sekali tidak membawaku kemana-mana karena aku pun belum memiliki tujuan.

Waktu itu semester 3 akhir, sekitar bulan Oktober, aku ditawari untuk menjadi penerima Beasiswa Pondokan MAB. Awalnya aku ragu karena aku khawatir waktu luangku akan tersita oleh kegiatan pembinaan di pondokan. Namun dari pengalaman temanku yang sudah menjadi penerima sebelumnya, akupun akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut.

Mendengar bahwa aku mendapat Beasiswa Podokan ini, orang tuaku terdengar sangat senang. Tentu saja, setelah gagal mendapat Bidik Misi, kabar ini seperti hadiah yang Tuhan berikan kepada kami. Orang tuaku pun senang aku tinggal di pondokan ini karena pergaulanku akan terjaga dan mereka tidak perlu khawatir. Ditambah dengan pembinaan-pembinaan yang akan menjadi alat bagiku untuk mengakselerasi kemampuan diri.

Benar saja. Setelah aku menjadi bagian dari MAB, aku merasakan banyak perubahan. Suasana pondokan yang kondusif untuk beribadah membuatku sedikit demi sedikit memperbaiki hubunganku dengan Tuhan. Shalat berjamaan, membaca Quran dan puasa sunnah menjadi hal yang biasa disini. Padahal sebelumnya aku belum terbiasa dengan hal ini. Saat itu saya berharap ini adalah langkah yang baik untuk mengawali sebuah perubahan besar.

Lokasi pondokan yang dekat dengan kampus mempermudah mobilitasku dalam berkegiatan. Apalagi kegiatan organisasi yang terkadang mengaruskanku pulang larut malam. Aku sangat bersyukur karena aku tidak perlu menghabiskan lebih banyak waktu, tenaga dan uang untuk berkegiatan seperti itu.

Fasilitas-fasilitas yang disediakan di pondokan sangat menunjang perkuliahanku di arsitektur. Aku tidak perlu lagi mencari ruang yang cukup luas untuk menggambar di kertas A1 atau membuat maket dengan ukuran 70 cm x 100 cm. Akupun tidak perlu jauh-jauh mencari makan karena disana kami bisa memasak.ah, baru disitu aku merasakan bahwa hidup di arsitektur tidaklah sesulit itu.

Keberadaan teman di pondokan itu adalah penyulut semangat yang jitu. Berbincang mereka sangat menyenangkan. Tidak hanya obrolan-obrolan serius mengenai solusi sebuah masalah, tetapi obrolan-obrolan santai mengenai kehidupan sehari-hari menjadi bahan diskusi yang tidak pernah habis. Ketika aku sakit, merekalah orang pertama yang menanyakan keadaanku. Ketika aku pulang larut, mereka pula orang pertama yang menanyakan apakah aku baik-baik saja. Perhatian tulus yang mereka berikan seolah aku adalah bukanlah orang asing bagi mereka. Terkadang aku merasa kehadiran keluargaku di Bandung dalam pondokan ini.

Membuat MAB bersinar dengan prestasi

Harapan pembina pondokan kami adalah menjadikan kami pemuda yang mandiri. Dengan kemandirian itu, kami tidak lagi menggantungkan kebutuhan kami kepada orang tua. Namun kami sadar, harapan orang tua kami di MAB tidaklah berhenti sampai disitu. Setelah kami mampu mandiri, kami harus mampu meraih prestasi-prestasi sesuai bidang kami, baik itu akademis maupun akademis.

“Aku senang pegang uang.” Itu adalah alasanku untuk berkontribusi di bidang keuangan. Menjadi bendahara di Ikatan Mahasiswa Arsitektur dan Ketua Koperasi menjadi pengisi waktu luangku untuk kegiatan intrakampus. Sedangkan untuk kegiatan ekstrakampus aku bergabung dengan Inspiranessia, sebuah gerakan sosial untuk menginspirasi adik-adik SMA agar mau meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Dalam gerakan yang diinisiasi oleh temanku saat Learning Camp LPP Salman ITB ini, aku menjadi bendahara umum. Sejak saat itu aku mulai mengerti bahwa kontribusi yang aku lakukan adalah untuk menjadi bagian dari perubahan negara ini kedepannya.

Beberapa bulan lalu aku mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan nasional yang diikuti oleh pemuda dari berbagai universitas di Indonesia, School for Nation Leader. Dalam pelatihan ini, aku bertemu teman-teman baru dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dahkan Sulawesi. Disitu kami dididik menjadi negarawan muda yang akan memimpin Indonesia di masa depan demi terwujudnya Indonesia Emas 2045. Yang membuat aku sadar bahwa selama ini prestasiku belum ada apa-apanya bukanlah karena bertemu dengan teman-teman yang menduduki jabatan-jabatan strategis di organisasinya, tapi karena dengan umur yang tidak jauh berbeda, ilmu yang mereka dapatkan sudah jauh lebih banyak dibandingkan aku. “Kemana saja aku selama ini?”

MAB : tempat tumbuh kreativitas, tempat lahir harapan baru

Sepulangnya ke MAB dari pelatihan itu, aku bertekad untuk terus mengejar ketertinggalan. Begitu banyak isu-isu diluar sana yang masih tidak aku pedulikan. Begitu banyak buku yang belum baca. Begitu banyak orang yang blum aku ajak diskusi. Menjadi agen perubahan tidak semudah yang aku kira. Mimpi untuk menjadi Menteri Perancangan Kota 2039 harus kuwujudkan melalui usaha-usaha yang kulakukan sejak saat ini. Harapan untuk Indonesia yang lebih baik harus aku tumbuhkan dan tularkan kepada teman-teman, terutama teman-teman MAB karena aku tidak mungkin bergerak sendiri.

Suatu saat, pondokan MAB adalah saksi bisu langkah-langkah keberhasilan para penggerak perubahan. Disinilah awal tumbuhnya semangat dan hadirnya harapan para pemimpin bangsa. Disini pulalah sesuatu yang dinamakan keluarga dengan ikatan perjuangan itu lahir.

MAB bukan hanya tempat kami berangkat menuju dunia pengabdian, tetapi juga tempat untuk kami pulang di masa depan. Pulang untuk menjemput pemuda-pemuda baru dengan darah semangat yang sama demi perubahan negeri. Inilah, MAB rumah kita.

—–

Awa

Penulis : Siti Awaliyatul Fajriyah, mahasiswi jurusan arsitektur angkatan 2012. Awa, begitu panggilan akrabnya adalah salah satu penerima beasiswa pondokan MAB yang memiliki semangat positif untuk belajar yang tinggi. Sejak masuk pondokan MAB, ia aktif  terlibat dalam kegiatan pengabdian kepemudaan tingkat nasional. Tak lupa, semangatnya itu juga ia bagikan kepada teman-temannya di pondokan MAB.

Statistik Distribusi Beasiswa MAB Periode Tahun Ajaran 2014/2015

MAB Fact

Yayasan Mata Air Biru (MAB) sebagai sebuah lembaga non-profit milik alumni FTUI pada tahun ajaran 2014/2015 kembali menunjukkan kepeduliannya untuk memajukan pendidikan anak bangsa dengan memberikan bantuan beasiswa pendidikan kepada civitas akademika di lingkungan FTUI.

Dari statistic distribusi penyaluran beasiswa yang diberikan oleh Yayasan Mata Air Biru (MAB), pada periode tahun ajaran 2014/2015 Yayasan MAB telah memberikan bantuan beasiswa Pendidikan senilai Rp 259 Juta rupiah dengan rincian :

  1. Beasiswa Reguler Mahasiswa untuk 20 mahasiswa senilai Rp 20 Juta rupiah
  2. Beasiswa Reguler untuk 20 Putra/I karyawan FTUI senilai Rp 20 Juta rupiah
  3. Beasiswa Skripsi untuk 20 mahasiswa senilai Rp 20 Juta rupiah
  4. Beasiswa Prestasi #3 untuk 7 mahasiswa senilai Rp 49 Juta rupiah
  5. Beasiswa Prestasi #4 untuk 5 mahasiswa senilai Rp 50 Juta rupiah
  6. Beasiswa Pondokan MAB untuk 17 Mahasiswa senilai Rp 100 Juta rupiah

Selama hampir 12 tahun Yayasan MAB telah hadir berkontribusi memberikan bantuan beasiswa pendidikan untuk mencerdaskan anak bangsa. Kontribusi ini tidak lepas dari donasi Alumni FTUI yang senantiasa mendukung keberlangsungan Yayasan MAB. Semoga di masa mendatang Yayasan MAB bisa terus ada dan hadir dalam membantu memajukan pendidikan di FTUI. (b5)

Gathering Penerima Beasiswa MAB di Pulau Pramuka

IMG_6445

Gathering Penerima Beasiswa MAB di Pulau Pramuka

Depok (6/6), Yayasan MAB menyelenggarakan Gathering Penerima Beasiswa MAB di Pulau Pramuka. Acara Gathering ini diadakan dengan tujuan untuk mempererat kekeluargaan para penerima beasiswa mab. Sekitar 20 orang penerima beasiswa mab dalam hal ini beasiswa pondokan mab mengikuti acara gathering yang bertajuk “MAB Fun Trip”. Ada berbagai kegiatan yang dilakukan selama gathering tersebut mulai dari Snorkeling di Pulau Air dan berkunjung ke penangkaran penyu dan hiu.

Berikut cerita perjalanan dari acara gathering tersebut. Selamat menikmati. 🙂

—–

Sabtu pagi itu, meski mentari belum beranjak dari peraduannya, kami telah siap memulai perjalanan ini. Dari kemarin, aku sebagai coordinator perjalanan ini sudah ‘bawel’ mengingatkan untuk stand by pukul 05.00 WIB. Menjelang pukul 03.00 WIB tadi dengan mata yang masih mengantuk kupaksakan untuk membangunkan teman-teman yang masih terlelap untuk segera mandi dan mempersiapkan diri.

Empat taxi mengantar kami menuju Dermaga Muara Angke. Sebelumnya telah kutunjuk seorang di tiap taxi untuk menjadi leader perjalanan dan bertanggungjawab menjaga anggota rombongannya selama dalam perjalanan menuju Dermaga Muara Angke.

Pukul 06.30 kami tiba di Dermaga Muara Angke yang sudah dipadati oleh orang-orang yang juga akan berlibur ke kepulauan Seribu. Kuhubungi ABK kapal Dholpin yang akan menyeberangkan kami ke Pulau Pramuka. Hampir tiga jam perjalanan menggunakan kapal Dholpin akhirnya mengantarkan kami menuju tempat tujuan kami di Pulau Pramuka.

—–

Pulau Pramuka adalah salah satu dari ratusan pulau di Kepulauan Seribu yang menjadi tujuan wisata. Aku sengaja tak menggunakan jasa travel dalam perjalanan ini, selain untuk menghemat budget juga untuk belajar merancang trip sendiri. Sebelumnya, aku telah menghubungi pihak yang telah kukenal dari Elang Ekowisata untuk membantu menyediakan keperluan selama liburan kami.

Mas Agus sebagai guide yang akan memandu kami selama jelajah mengelilingi pulau sekitar sudah menunggu kami di Dermaga Pulau Pramuka. Perjalanan sekitar 3 jam di atas kapal membuat sebagian dari kami mabok laut dan kelelahan. Kami langsung menuju homestay untuk istirahat dan makan siang.

Makanan khas pulau yang sebagian besar didominasi seafood dipadukan dengan nyamannya homestay di pinggir laut  kembali me-refresh semangat kami.

IMG_6842

—–

“Byuurr….”

Satu dua orang mulai terjun ke laut. Kali ini kami menikmati indahnya alam bawah laut di laut kepulauan seribu. Sejak pertama kali menaiki kapal jelajah ini kulihat teman-teman excited dan happy sekali. Tak ada muram. Berfoto beragam gaya yang terkadang tak ada perubahan background sembari mengenakan safety jacket dan peralatan snorkeling seakan tak bosan-bosannya.

Pulau Pramuka sebagai pusat administrasi di Kepualauan Serbu menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan asal ibukota yang ingin menikmati indahnya laut biru. Sebagian besar ekosistem terumbu karang di sini masih layak untuk dijadikan tujuan wisata.

Pulau Air menjadi tujuan pertama kami. Mas Agus memberikan briefing singkat pengenalan dasar mengenai snorkeling. Maklum, karena sebagian besar kami baru pertama kami mencoba snorkeling. Pulau air sebenarnya cukup bagus dengan pasir putihnya yang menawan. Sayangnya, sampah dan perilaku wisatawan yang tidak bertanggungjawab membuat pulau ini kurang nyaman.

Usai berlatih di tempat yang dangkal, kami pindah ke spot snorkeling kedua. Masih di sekitar Pulau air namun dengan kondisi real ekosistem terumbu karang. Kedalaman laut di spot ini mencapai 5 meter sehingga baik untuk tumbuhnya terumbu karang.

Kulihat teman-teman antusias sekali menikmati berenang kesana kemari. Naik ke kapal dan kembali melompat. Sesekali ada yang merasakan masker atau snorkel- nya kemasukan air. Namun, itu tetap membuat kami ceria menikmati berenang di alam bebas.

Kami pindah ke spot snorkeling ketiga di area softcoral. Berbeda dengan tempat kedua, terumbu karang di sini didominasi oleh karang lunak bercabang. Mas Agus menemukan bintang laut dan memberikannya ke kami. Teman-teman antusias untuk berfoto dengan bintang laut. Sudah lebih dari tiga jam kami berada di atas laut, nampaknya tak sedikitpun terlihat lelah di wajah teman-teman.

Jelajah pulau hari itu kami tutup dengan berkunjung ke Penangkaran Hiu di Nusa Keramba sembari menikmati sang mentari yang siap kembali ke peraduannya. Banyak wisatawan yang memadati area melihat ikan hiu yang bergerak kesana kemari. Kamipun asyik menikmati suasana di tengah laut sembari berfoto bersama merekatkan kebersamaan di antara kami.

IMG_6399

—–

Seharian di tengah laut rupanya tak membuat semangat kami hilang. Selepas sholat isya kami mengadakan acara barbeque dengan ikan segar hasil tangkapan penduduk sekitar. Ikan baronang, bandeng laut, dan kakaktua menjadi hidangan lezat ikan bakar yang lahap kami santap bersama. Meskipun sebelumnya kami telah makan malam, tetapi ikan bakar sebanyak 4 kg ini habis kami lahap.

Usai menikmati ikan bakar beberapa teman yang kelelahan langsung beristirahat di homestay. Sebagian besar dari kami masih asyik menikmati kebersamaan dengan bermain games ‘warewolf’ bersama. Satu putaran, dua putaran sebagai ajang berlatih bagi para pemula. Permainan masih terus berlangsung. Hingga pukul 1.30 dini hari teman-teman masih asyik dengan permainan-nya yang kian seru.

Keseruan masih terus berlanjut lantaran ada pertandingan sepak bola yang sayang untuk dilewatkan. Aku sudah terlelap kala itu.

—–

Waktu subuh aku bangunkan teman-teman yang masih terlelap. Agenda pagi ini adalah berkeliling pulau pramuka dan mengunjungi penangkaran penyu. Semalam aku minta pihak catering untuk mengantarkan makanan lebih pagi. Sayangnya pagi itu cuaca tak bersahabat. Hujan membuat kami lebih nyaman untuk berdiam diri di homestay.

Sekitar pukul 08.00 pagi, kami memulai jalan-jalan mengelilingi Pulau Pramuka. Pulau ini tidak begitu besar sehingga bisa kami kelilingi dengan berjalan kaki. Kami asyik mengabadikan foto di setiap momen yang tercipta.

Kami tiba di penangkaran penyu yang dikelola oleh Taman Nasional Kepulauan Seribu. Meski tanpa guide, tempat ini cukup familiar bagiku. Apalagi aku pernah mengikuti pelatihan tentang penyu sehingga banyak tahu mengenai penyu.

Usai menikmati perjalanan berkeliling pulau, kami kembali ke homestay untuk packing dan persiapan pulang.

IMG_6742

—–

Kami tiba di Depok pukul 18.00 WIB. Perjalanan panjang dua hari ini membuat kami lebih dekat satu sama lain. Sepanjang perjalanan di kapal, teman-teman masih asyik bermain ‘truth or dare’. Bahkan beberapa jam setelah tiba di pondokan, teman-teman masih asyik memperbincangkan pengalaman yang baru saja kami lalui bersama. Perjalanan liburan yang tak pernah kami lupakan. (b5)

Nb : terima kasih untuk MAB yang telah membuat trip terealisasi dan berkesan. 🙂

IMG_6738

Oase di Padang Tandus Intelektualitas

IMG_9689

“Dan kelak, suatu hari, aku ingin mengajakmu untuk kembali ke oase itu; berpulang ke Mata Air Biru FTUI, mengulang kembali senyuman dan kebersamaan itu, lalu bercerita tentang masa lalu, atau perjalananmu sendiri yang seru, serta hal-hal apa saja yang kita sukai”

Mata Air Biru adalah oase. Ialah muara dari setiap air jernih mengalir yang sengaja Tuhan hadirkan dari sebaik-baiknya tempat teruntuk para musafir ilmu, di tengah gersangnya padang pasir dan ancaman fatamorgana. Perjalanan para musafir, mahasiswa FTUI, demi menimba sebutir ilmu jelaslah tidak mudah, langkah setapak demi setapak kamu langkahi begitu lunglai jika tak ada air, dan selalu berharap ujung nanti itu adalah kebahagiaan. Sebulir air dari oase sangatlah berharga di perjalanan, tetesannya mampu meneguhkan keyakinan untuk terus hidup dan berjalan, dan begitulah ia membuat makna.

Mata Air Biru adalah sebuah proses. Ia menjernihkan dengan membuat kita terus mencari cara, bangkit dari kesulitan yang dihadapi, karena kita selalu tahu perjalanan di padang tandus ini masih terlampau jauh untuk menuju ke pusat kota yang ramai, yang menjadi sebenar-benarnya hidup dan telah menanti di depan horizon kelak. Proses menjadikan antelop berhasil mendaki gunung terjal, dan menguatkan unta mendegumkan tapalnya pada pasir, dan seperti itulah kamu terus berproses. Kita tidak diajarkan untuk mengendap di oase, kita mesti terus mencari tahu, berkembang. Yang kamu butuhkan hanyalah dorongan kecil untuk yakin dan mampu terbang. Mencari apa yang bisa kita lakukan, bukan sekadar yang kita keluhkan.

Mata Air Biru adalah sebuah simpul. Berbahagialah mereka yang pernah bermuara di oase ini. Oase yang menjadi pelepas dahaga, yang mempertemukan keluarga, tanpa mengenal asal daerah, agama, yang muda dan tua, menjadi sebuah naungan belajar bersama, tidak hanya soal intelektual, tetapi juga kehidupan mendewasakan diri yang sebaik-baiknya.

Di Mata Air Biru, kita jadi benar-benar tahu bahwa saat kita hidup dan berjalan di padang tandus ini, kita tidak pernah sendirian. Seluruh pejuang dan musafir ilmu berkumpul tidak sekadar menumpang minum, bahkan lebih dari itu— kita menjalin ikatan persaudaraan. Tentulah, oase itu bukanlah akhir perjalanan, dan di titik tertentu, pastilah kita mesti melanjutkan pijakan, menuju perpisahan dan pada langkah-langkah berikutnya. Kita mesti menjalani hidup berikutnya, tidak terlena, menemui dahaga lainnya yang tidak pernah berhenti untuk selalu saja mendewasakan kita.

Dan kelak, suatu hari, aku ingin mengajakmu untuk kembali ke oase itu; berpulang ke Mata Air Biru FTUI, mengulang kembali senyuman dan kebersamaan itu, lalu bercerita tentang masa lalu, atau perjalananmu sendiri yang seru, serta hal-hal apa saja yang kita sukai.

Mushab Abdu Asy Syahid, Mahasiswa Arsitektur FTUI 2011, Penghuni Pondokan Mata Air Biru tahun 2011-2013. Sempat menjadi Ketua Komunitas Pondokan MAB.

Dulu di Pondokan ini…

 

Dulu…

Pertama kali aku masuk ke tempat ini – yang menjadi tempat istirahat dan berkarya selama menempuh pendidikan S1ku – yang kuingat adalah tempat yang nyaman untuk ditinggali. Meski aku awalnya tak tahu siapa ‘mereka’ yang berbaik hati menyediakan ini semua?

Kami tinggal bertiga dalam satu rumah kecil dengan satu kamar. Tempatku tinggal di paling depan. Terlihat paling rapi dan nyaman untuk ditempati. Sebagai mahasiswa paling muda, aku sadar betul bagaimana peranku. Namun, aku belajar banyak dari kakak-kakak yang tinggal bersamaku. Mereka kuanggap layaknya keluarga.

Meski kami punya kesibukan masing-masing, jadwal yang berbeda satu sama lain, namun selalu kami sempatkan waktu untuk rumah kami tercinta ini. Di tiap pekannya ada jadwal piket yang tersusun rapi, sederhana dan jelas. Tak perlu ‘bentakan’ atau suruhan untuk mengerjakan itu semua, cukup kesadaran dari diri kami masing-masing.

Ada satu hal yang kurindu, biasanya kami memasak saat makan malam. Ada giliran siapa yang memasak. Tak perlu saling sungkan tawar dan meminta dibuatkan makanan, kami sudah seperti layaknya keluarga. Peran kami jelas, ego itu seperti sudah terhilangkan. Aku belajar hidup bersama layaknya sebuah keluarga.

Di rumah lain, meski hanya sepekan sekali kami bertemu saat bahasa inggris, tetapi cukup menambah kekompakan dan kedekatan kami. Tak perlu waktu lama untuk menentukan kumpul bersama, meski saat itu belum ada group yang mengakomodir semua anggota. Kacang rebus menjadi hidangan yang cukup nikmat sembari mendengarkan cerita dan pengalaman masing-masing.

Dan prestasi sebagai capaian juga tak lupa kami sematkan diakhir perjumpaan menjelang libur akhir semester. Aku belajar dari mereka. Kami sadar betul, meski hidup kami pas-pasan, tetapi jalan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti terbuka lebar. Beberapa diantara kami mengajar untuk mendapatkan uang tambahan. Beasiswa masih sangat jarang dan susah. Lomba menjadi andalan mendapatkan uang tambahan.

Beberapa waktu, aku melihat ada kiriman berbagai perlengkapan pondokan mulai dari sabun hingga kipas angin. Meski aku belum tahu siapa yang mengirim itu.

Cukuplah rasa syukur dengan menjaga tempat ini. Menjaga kebersihannya, kenyamanan tempatnya, hingga torehan prestasi yang harus kami capai. Bukan untuk siapa-siapa, untuk diri kami sendiri, untuk mereka yang telah menyediakan ini semua, untuk adik-adik kami yang nanti akan menempati tempat ini setelah kami, sebagai rasa syukur dan terima kasih kami yang tak cukup membayar ini semua…

Untuk mereka yang telah menyediakan ini semua untuk kami, tanpa kenal pamrih…

11 Mei 2015,

Pondokan MAB

 

Catatan : Mengenang kisah kehidupan di Pondokan MAB tahun 2009-2010.

Leaders : Menyatukan Keberagaman

“Setiap leaders memiliki caranya tersendiri untuk membuktikan dirinya seorang leaders…”

Karakter manusia itu beragam satu sama lain. Unik dan memiliki ciri khas masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang berbeda-beda dalam memahami tiap karakter tersebut. Itulah tugas seorang leaders, menyatukan keberagaman. Namun dengan caranya sendiri, dengan pendekatan yang iya yakini.

Sebulan yang lalu, ketika dihadapkan pada kenyataan penyatuan Pondokan MAB dari tempat yang lama, dimana hanya diisi oleh 2-3 penghuni tiap rumah menjadi Pondokan MAB yang baru dengan diisi oleh sekitar 11 penghuni dalam satu rumah, saya mencoba belajar bagaimana menjadi leaders diantara mereka dengan pendekatan sesuai karakter masing-masing.

Awalnya, penyatuan itu tidaklah mudah. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bila sebelumnya para penghuni pondokan ini hanya perlu beradaptasi dengan 1 atau 2 orang yang akan tinggal bersama dalam periode tertentu, maka kini mereka perlu usaha lebih keras untuk beradaptasi memahami karakter lebih dari 5 orang penghuni yang akan tinggal bersama di satu rumah. Terlebih, beragamnya jurusan dan angkatan, membuat proses adaptasi mungkin berjalan lebih lambat.

Disini, seorang leaders harus mampu menunjukkan perannya. Mengambil keputusan-keputusan yang dianggap perlu agar proses adaptasi di lingkungan yang baru berjalan lebih cepat. Pekan pertama, saya mencoba membuat koridor untuk menyamakan ritme habit masing-masing sehingga mudah di kontrol, meskipun begitu fleksibilitas dan ketidak-kaku-an dalam pelaksaan tetap diperlukan. Adanya seorang kepala rumah tangga membantu saya mengontrol keadaan rumah dan aktivitas para penghuni rumah. Jadwal piket, rules kerapihan hingga punishment demi terciptanya kenyamanan segera dibuat.

Pendekatan dilakukan dengan beragam cara sesuai karakter masing-masing. Mulai dari bentuk apresiasi, ajakan halus hingga forcing pun dilakukan. Apresiasi menjadi nilai utama yang selalu saya utamakan. Hal ini membuat mereka senantiasa belajar berterima kasih atas apa yang telah mereka lakukan.

Kini, sebulan telah berlalu. Setidaknya dari observasi, saya melihat ada tiga hal yang bisa saya simpulkan tentang karakter mereka. Pertama tipe peduli dan mempunyai sense of belonging yang tinggi terhadap pondokan. Merekalah sebenarnya yang bisa diandalkan dalam membuat Pondokan menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Siap berkorban dan melakukan apapun demi terciptanya pondokan yang aman, tenang, bersih dan nyaman.

Kedua tipe pondokan sebagai singgah. Tipe kedua ini bisa dibilang sangat jarang berada di pondokan, lebih senang di luar. Mereka menjadikan pondokan hanya sebagai tempat tidur, aktifitas utamanya berada di luar pondokan. Entah apa yang dikerjakan. Hal ini pula yang membuat tipe ini memiliki interaksi yang jarang dengan penghuni lainnya. Tipe ini tidak peduli dengan apa yang terjadi di Pondokan. Terkadang, tipe ini bisa disebabkan karena ketidakcocokan atau ketidaknyamanan dengan penghuni pondokan lainnya.

Ketiga tipe tidak enak-an. Tipe ini bisa saja muncul karena senioritas, merasa kita seorang junior sehingga tidak berani untuk minta tolong dengan penghuni lainnya yang senior. Sebenarnya, tipe ini bisa dihilangkan ketika kehidupan di Pondokan telah melebur seperti layaknya keluarga. Sayangnya, butuh waktu yang terkadang lama untuk menghadirkan hal tersebut.

—–

Menjadi seorang leaders berarti siap untuk belajar banyak hal. Leaders bukanlah bakat, tetapi dilahirkan dari proses pembelajaran yang panjang. Siapapun bisa menjadi seorang leaders, asal ada kemauan dan tekad yang kuat untuk belajar.

Kita semua pada dasarnya adalah seorang leaders, terutama untuk diri kita sendiri. Dari Pondokan MAB ini, saya belajar menjadi seorang leaders yang mengayomi, memimpin, mendengarkan, menghargai, dan menjadi bagian dari mereka seperti layaknya keluarga.

Maka, bagi seorang leaders tentu memiliki pendekatan masing-masing untuk menyatukan keberagaman yang dihadapi dari anggotanya. Pendekatan personal, mulai dari cara yang lembut hingga keras. Tipe leaders yang manakah kamu?

Penulis : Bambang Sutrisno

 

Pondokan MAB Putra Menempati Rumah Baru di Puri Kukusan Teknik

Rumah Inspirasi MAB

Pondokan MAB Putra Menempati Rumah Baru di Puri Kukusan Teknik

Depok, Pondokan MAB putra menempati rumah baru di Puri Kukusan. Setelah selama hampir 10 tahun menempati tiga buah rumah di depan Masjid Al-furqon, Pondokan MAB untuk mahasiswa putra kini menempati sebuah rumah yang terletak di Komplek Puri Kukusan. Pondokan MAB merupakan sebuah program beasiswa yang diberikan oleh Yayasan MAB berupa bantuan tempat tinggal dan program pengembangan diri bagi mahasiswa FTUI asal daerah. Saat ini, ada 16 penerima beasiswa pondokan MAB yang terdiri dari 12 putra dan 4 putri.

Apakah kamu berminat menjadi bagian dari kami? Tetap update dengan kami ya untuk info perekrutan berikutnya.