MAB News

Home»Beasiswa MAB»Pondokan MAB : Mata Air Harapan

Pondokan MAB : Mata Air Harapan

IMG_20150428_142359

Pondokan MAB Putra

Seperti mata air yang selalu menghadirkan kesejukan bagi manusia, Pondokan MAB selalu menyegarkan kembali semangat kami untuk berprestasi. ( Mata Air Harapan )

Sebelum menjadi bagian dalam untaian keluarga bernama Mata Air Biru, aku bukanlah siapa-siapa. Hanya seseorang yang senang dengan prestasi-prestasi di permukaan, bukan prestasi-prestasi esensial. Senang ikut sana-sini tanpa tahu kemana akan pergi. Jangankan hari libur, waktu senggang di sela-sela perkuliahan pun aku isi dengan hal-hal yang tidak jelas kebermanfaatannya. Ah, aku sangat menyesal. Berapa jam yang aku habiskan untuk kegiatan yang sama sekali tidak membawaku kemana-mana karena aku pun belum memiliki tujuan.

Waktu itu semester 3 akhir, sekitar bulan Oktober, aku ditawari untuk menjadi penerima Beasiswa Pondokan MAB. Awalnya aku ragu karena aku khawatir waktu luangku akan tersita oleh kegiatan pembinaan di pondokan. Namun dari pengalaman temanku yang sudah menjadi penerima sebelumnya, akupun akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran tersebut.

Mendengar bahwa aku mendapat Beasiswa Podokan ini, orang tuaku terdengar sangat senang. Tentu saja, setelah gagal mendapat Bidik Misi, kabar ini seperti hadiah yang Tuhan berikan kepada kami. Orang tuaku pun senang aku tinggal di pondokan ini karena pergaulanku akan terjaga dan mereka tidak perlu khawatir. Ditambah dengan pembinaan-pembinaan yang akan menjadi alat bagiku untuk mengakselerasi kemampuan diri.

Benar saja. Setelah aku menjadi bagian dari MAB, aku merasakan banyak perubahan. Suasana pondokan yang kondusif untuk beribadah membuatku sedikit demi sedikit memperbaiki hubunganku dengan Tuhan. Shalat berjamaan, membaca Quran dan puasa sunnah menjadi hal yang biasa disini. Padahal sebelumnya aku belum terbiasa dengan hal ini. Saat itu saya berharap ini adalah langkah yang baik untuk mengawali sebuah perubahan besar.

Lokasi pondokan yang dekat dengan kampus mempermudah mobilitasku dalam berkegiatan. Apalagi kegiatan organisasi yang terkadang mengaruskanku pulang larut malam. Aku sangat bersyukur karena aku tidak perlu menghabiskan lebih banyak waktu, tenaga dan uang untuk berkegiatan seperti itu.

Fasilitas-fasilitas yang disediakan di pondokan sangat menunjang perkuliahanku di arsitektur. Aku tidak perlu lagi mencari ruang yang cukup luas untuk menggambar di kertas A1 atau membuat maket dengan ukuran 70 cm x 100 cm. Akupun tidak perlu jauh-jauh mencari makan karena disana kami bisa memasak.ah, baru disitu aku merasakan bahwa hidup di arsitektur tidaklah sesulit itu.

Keberadaan teman di pondokan itu adalah penyulut semangat yang jitu. Berbincang mereka sangat menyenangkan. Tidak hanya obrolan-obrolan serius mengenai solusi sebuah masalah, tetapi obrolan-obrolan santai mengenai kehidupan sehari-hari menjadi bahan diskusi yang tidak pernah habis. Ketika aku sakit, merekalah orang pertama yang menanyakan keadaanku. Ketika aku pulang larut, mereka pula orang pertama yang menanyakan apakah aku baik-baik saja. Perhatian tulus yang mereka berikan seolah aku adalah bukanlah orang asing bagi mereka. Terkadang aku merasa kehadiran keluargaku di Bandung dalam pondokan ini.

Membuat MAB bersinar dengan prestasi

Harapan pembina pondokan kami adalah menjadikan kami pemuda yang mandiri. Dengan kemandirian itu, kami tidak lagi menggantungkan kebutuhan kami kepada orang tua. Namun kami sadar, harapan orang tua kami di MAB tidaklah berhenti sampai disitu. Setelah kami mampu mandiri, kami harus mampu meraih prestasi-prestasi sesuai bidang kami, baik itu akademis maupun akademis.

“Aku senang pegang uang.” Itu adalah alasanku untuk berkontribusi di bidang keuangan. Menjadi bendahara di Ikatan Mahasiswa Arsitektur dan Ketua Koperasi menjadi pengisi waktu luangku untuk kegiatan intrakampus. Sedangkan untuk kegiatan ekstrakampus aku bergabung dengan Inspiranessia, sebuah gerakan sosial untuk menginspirasi adik-adik SMA agar mau meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Dalam gerakan yang diinisiasi oleh temanku saat Learning Camp LPP Salman ITB ini, aku menjadi bendahara umum. Sejak saat itu aku mulai mengerti bahwa kontribusi yang aku lakukan adalah untuk menjadi bagian dari perubahan negara ini kedepannya.

Beberapa bulan lalu aku mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan nasional yang diikuti oleh pemuda dari berbagai universitas di Indonesia, School for Nation Leader. Dalam pelatihan ini, aku bertemu teman-teman baru dari Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dahkan Sulawesi. Disitu kami dididik menjadi negarawan muda yang akan memimpin Indonesia di masa depan demi terwujudnya Indonesia Emas 2045. Yang membuat aku sadar bahwa selama ini prestasiku belum ada apa-apanya bukanlah karena bertemu dengan teman-teman yang menduduki jabatan-jabatan strategis di organisasinya, tapi karena dengan umur yang tidak jauh berbeda, ilmu yang mereka dapatkan sudah jauh lebih banyak dibandingkan aku. “Kemana saja aku selama ini?”

MAB : tempat tumbuh kreativitas, tempat lahir harapan baru

Sepulangnya ke MAB dari pelatihan itu, aku bertekad untuk terus mengejar ketertinggalan. Begitu banyak isu-isu diluar sana yang masih tidak aku pedulikan. Begitu banyak buku yang belum baca. Begitu banyak orang yang blum aku ajak diskusi. Menjadi agen perubahan tidak semudah yang aku kira. Mimpi untuk menjadi Menteri Perancangan Kota 2039 harus kuwujudkan melalui usaha-usaha yang kulakukan sejak saat ini. Harapan untuk Indonesia yang lebih baik harus aku tumbuhkan dan tularkan kepada teman-teman, terutama teman-teman MAB karena aku tidak mungkin bergerak sendiri.

Suatu saat, pondokan MAB adalah saksi bisu langkah-langkah keberhasilan para penggerak perubahan. Disinilah awal tumbuhnya semangat dan hadirnya harapan para pemimpin bangsa. Disini pulalah sesuatu yang dinamakan keluarga dengan ikatan perjuangan itu lahir.

MAB bukan hanya tempat kami berangkat menuju dunia pengabdian, tetapi juga tempat untuk kami pulang di masa depan. Pulang untuk menjemput pemuda-pemuda baru dengan darah semangat yang sama demi perubahan negeri. Inilah, MAB rumah kita.

—–

Awa

Penulis : Siti Awaliyatul Fajriyah, mahasiswi jurusan arsitektur angkatan 2012. Awa, begitu panggilan akrabnya adalah salah satu penerima beasiswa pondokan MAB yang memiliki semangat positif untuk belajar yang tinggi. Sejak masuk pondokan MAB, ia aktif  terlibat dalam kegiatan pengabdian kepemudaan tingkat nasional. Tak lupa, semangatnya itu juga ia bagikan kepada teman-temannya di pondokan MAB.

Written by

A Passionate Environmental Leaders concern on education styrofoam and waste issues, an NGO enthusiastic, a social worker who commit happily in voluntary works, A Design Thinker and Adviser for youth movement. Find me more at www.bamsutris.com